Daya Tahan Trio-pelopor Airbnb
San Francisco, 2008. International Council of Societies of Industrial Design (ICSID) hendak melangsungkan kongres, sementara Brian Chesky dan Joe Gebbia sedang mengalami kesulitan untuk membayar uang sewa apartemen. Kedua anak muda itu yakin, acara tersebut akan mendatangkan banyak tamu dan menyebabkan hotel-hotel penuh. Para peserta kongres yang belum mendapatkan kamar tentu akan membutuhkan tempat bermalam. Brian Chesky dan Joe Gebbia kemudian menawarkan jasa layanan berbagi kamar yang mereka beri nama bed-and-breakfast dengan menyewakan matras atau kasur udara yang digelar di lantai. Brian Chesky dan Joe Gebbia membutuhkan waktu 3 hari untuk membangun situs web airbandbreakfast.com dengan memanfaatkan aplikasi gratis WordPress. Mereka mengirimkan situs tersebut ke blog rancangan situs dan mendapatkan komentar positif. Kemudian mereka berhasil mendapatkan 3 orang penyewa selama kongres berlangsung. Setelah kongres berakhir, Brian Chesky dan Joe Gebbia kembali menjalani rutinitas seperti biasa.
Di dunia kewirausahaan rintisan (Start up), Brian Chesky dan Joe Gebbia dijuluki “orang biasa” karena keduanya tamatan sekolah desain tanpa pengalaman serius sebagai entreprenur. Keduanya bekerja di kantor yang sama dan kemudian menjadi teman sekamar. Beberapa hari setelah membuat situs airbandbreakfast.com yang kelak menjadi platform layanan perhotelan kelas dunia bernama Airbnb (Air Mattress Bed and Breakfast), Brian dan Joe berkunjung ke apartemen seorang teman bernama Nathan Blecharzyk, sosok yang diharapkan lebih memahami bisnis di era digital. Keduanya memaparkan rencana sederhana yang diperkirakan selesai beberapa minggu sebelum peluang konferensi selanjutnya dan mengajak Nathan untuk bergabung. Nathan Blecharzyk adalah jebolan Harvard di bidang komputer yang menyenangi dunia komputer remaja dan pernah bekerja sebagai insinyur di perusahaan perangkat lunak. Nathan Blecharzyk adalah mantan teman sekamar Joe Gebbia. Mereka pernah bekerja sama dalam berbagai proyek dan merupakan pasangan yang pas karena seorang programmer membutuhkan perancang. Nathan setuju untuk bergabung. Brian, Joe, Nathan, kemudian menghabiskan beberapa bulan merencanakan dan merancang ide untuk perusahaan baru mereka. Tujuan awalnya adalah menyediakan layanan pencarian teman sekamar dengan menggabungkan elemen dari Facebook dan Craiglist. Ternyata sudah ada situs sejenis bernama Rommates.com.
Dalam perjalanannya, Airbnb mencari dukungan pada Y Combinator, sebuah perusahaan atau inkubator perusahaan rintisan yang dipimpin oleh Paul Graham, sosok yang terkenal sebagai promotor perusahaan rintisan. Semula Paul Graham menolak dan secara keras menentang konsep berbagi tempat tinggal ala Airbed & Breakfast itu. Namun tak lama kemudian, sikap Paul Graham melunak setelah melihat daya tahan para entreprenur muda tersebut dan menjuluki mereka sebagai kecoa (cockroach). Semacam istilah untuk mewakili konsep perusahaan rintisan yang mampu bertahan dalam kondisi apapun. Beberapa minggu kemudian Airbed & Breakfast masuk ke dalam program Y Combinator. Saat Paul Graham berbicara dengan modal ventura, ia menekankan pentingnya para entreprenur untuk memiliki karakter seperti ketahanan mental, kemampuan mengatasi rintangan dan negativitas demi mengupayakan sesuatu yang baru. Karakter tersebut sangat penting bagi para pendiri untuk melahirkan perusahaan sekelas Google dan Paypal. Ketika Greg McAdoo dari modal ventura Sequoia bertanya tentang siapa entreprenur yang seperti cockroach itu, Paul Graham menunjuk trio pendiri Airbnb.
Brad Stone (2017) dalam The Upstarts; How Uber, AirBnB and The Killer Companies of The Silicon Valley are Changing The World, menyebut perusahaan seperti Airbnb bersama dengan Uber dan perusahaan lainnya dari Silicon Valley sebagai upstarts, yang menurut definisi Merriam-Webster's Learners's Dictionary adalah: (1) ... orang baru yang sukses, bisnis dan lain- lain”; dan (2)...seseorang yang baru-baru saja memulai aktivitas, menjadi sukses, dan lain-lain...dan sesorang yang tidak menunjukkan rasa hormat kepada orang yang lebih tua dan lebih berpengalaman atau kepada cara-cara mapan dalam melakukan sesuatu. Airbnb dapat menjadi contoh tentang efek disruptif, merujuk kepada model bisnis berbasis internet yang inovatif dan keunikan yang ditawarkan kepada para turis. Potensi disrupsi dari Airbnb muncul secara signifikan melalui pengaruhnya terhadap sektor akomodasi turis.
Kemampuan Airbnb melakukan disrupsi terhadap petahana di sektor perhotelan di kemudian hari tak terhindarkan. Dalam rentang 2013-2016, data dari 13 pasar besar di dunia (Barcelona, Boston, London, LA, Mexico City, Miami, New Orleans, Paris, San Francisco, Seattle, Sidney, Tokyo, dan Washington D.C) mencatat bahwa Airbnb memiliki okupasi tertinggi di pasar hotel. Di tahun 2016, Airbnb memiliki 3 juta kamar yang terdaftar, dibandingkan dengan Marriot International (1,1 juta), Hilton Worldwide (774 ribu), Intercontinental Hotels Group (717 ribu), Wyndham Worlwide (677 ribu), Accor Hotels (519 ribu) dan lainnya. Dari data tersebut terlihat bahwa gabungan Marriot dan Hilton pun tidak sanggup menandingi jumlah kamar Airbnb yang terdaftar (Haywood dkk., 2016). Pada tahun 2018, sebagaimana dicatat oleh www.dailymail.co.uk, Airbnb memiliki jasa layanan hotel di 34.000 kota di dunia, dengan valuasi modal yang sudah mencapai angka 31 milyar dolar AS. Keberhasilan Airbnb adalah cerita entreprenur cockroach yang unik dan berbeda dari kisah sukses para entreprenur pelopor lainnya di era internet....
*diikhtisarkan dari perbincangan intens tentang Entreprenur Pelopor Era Digital dalam buku Ekosistem Inovasi dan Kewirausahaan Rintisan (2020) karya Muhammad Rahmat Yananda dan Ummi Salamah. Bila pembaca berminat untuk memiliki buku tersebut, dapat melakukan pemesanan di sini: https://tokopedia.link/lW52tQJgLcb
Comments
Post a Comment