Di Mana Jack Ma, Di Mana Kita?
Kabar tentang menghilangnya Jack Ma, miliarder Cina, pemilik raksasa e-commerce, Alibaba, sejak November 2020, menimbulkan macam-macam spekulasi. Media-media asing begitu getol mengaitkan kabar itu dengan kritik keras Jack Ma pada arah kebijakan pemerintah Cina yang menurutnya telah menghambat inovasi bisnis. Tak tanggung-tanggung, orang terkaya kedua di Cina dengan perkiraan kekayaan Rp.854 triliun itu menyebut bahwa regulasi perbankan Cina telah membuat bank-bank milik negara sebagai pegadaian (pawnshop), sementara arah kebijakan Cina terkait perbankan global disebutnya seperti klub orang tua (old people's club), yang ia sampaikan dalam sebuah pidato di Shanghai, Oktober 2020 lalu. Banyak pihak menimbang pidato itu sebagai serangan terhadap otoritas Partai Komunis Cina dan menyebabkan tindakan keras yang luar biasa terhadap aktivitas bisnis Jack Ma. If the banks won’t change, we will change the banks, kata Jack Ma, sebagaimana dikutip oleh Mike O'Sullivan, kontributor forbes.com (1/1/2021). Alibaba sedang diinvestigasi atas dugaan beberapa pelanggaran. Begitu juga dengan Ant Group, yang disebut-sebut sedang berada dalam masalah besar akibat tekanan kuat dari rejim Xi Jinping, bahkan sebelum raksasa fintech dan modal ventura milik Jack Ma itu melakukan IPO (initial public offering) atau penawaran saham perdana kepada publik.
https://www.instagram.com/p/CJsED9YLckw/ (IG: @startupventure) |
Siapa sesungguhnya Jack Ma? Bagaimana cara ia membangun imperium bisnis Alibaba hingga pengaruhnya menggurita ke seluruh dunia? Jack Ma memulai Alibaba pada tahun 1999 di sebuah apartemen kecil di Hangzhou, ibukota provinsi Zhejiang, sebelah utara Shanghai. Berawal dari modal sebesar 60 ribu dolar AS yang dikumpulkan dari 18 orang, Alibaba kemudian berkembang menjadi pemain utama di sektor e-commerce. Alibaba adalah platform B2B (business to business) yang bertujuan menghubungkan produsen Cina dengan pembeli dari luar negara tersebut. Alibaba melakukan ekspansi usaha dengan menginkubasi Taobao untuk tujuan melayani consumer to consumer (C2C). Taobao kemudian mengembangkan Alipay untuk mengatasi kendala transaksi dan meluncurkan Tmall untuk mengisi usaha di business to consumer (B2C). Dari semua lini tersebut, Alibaba adalah bisnis e-commerce pertama di Cina yang merupakan gagasan besar pertama dari Jack Ma.
Salah satu langkah Alibaba dalam melakukan disrupsi dapat dipelajari saat kelompok bisnis ini menghadapi ekspansi raksasa e-commerce dari Amerika Serikat, yaitu eBay. Saat eBay memasuki pasar Cina, Jack Ma mendeklarasikan bahwa, eBay may be a shark in the ocean, I am a crocodile in Yantze river. If we fight in the ocean we lose, but if we fight in the river we win (Tse, 2015: 43-44). Berbeda dengan Alibaba, eBay adalah platform e-commerce C2C. eBay telah membeli saham perusahaan internet Cina EachNet di tahun 2002 dan 2003. Gabungan eBay dengan EachNet menguasai 80% pasar C2C. Alibaba kemudian melahirkan Taobao situs belanja berbahasa Mandarin untuk menghadapinya. Dalam waktu 2 tahun, Taobao mampu menjadi pemain utama di Cina. Taobao merupakan persenjataan berat Jack Ma yang digunakan untuk mengamankan teritori bisnisnya (Liu dan Avery, 2009).
Keberhasilan Taobao dapat dikategorikan sebagai tahap kedua (2003-2007) dari evolusi kelompok bisnis Alibaba. Tahap sebelumnya (1999-2002) adalah tahap kelahiran Alibaba. Pada tahap kedua, Alibaba melakukan ekspansi. Sementara tahap ketiga (2008-2009) adalah tahap koordinasi dan pematangan. Tahap-tahap tersebut memotret perkembangan kelompok Alibaba sejak awal hingga tahun 2009 (Huang dkk, 2009). Namun ternyata evolusi Alibaba terus berlangsung. Alibaba berkembang jauh lebih besar dan bahkan mampu mengalahkan eBay dan Amazon. Karena kehebatan tersebut, Alibaba menjadi pelaku disrupsi. Edward Tse (2015) mencatat, Jack Ma sebagai pelaku disrupsi dari Cina bersama dengan nama-nama seperti Pony Ma (Tencent), Robin Li (Baidu), Ren Zhengfei (Huawei), Yang Yaunqing (Lenovo), Lei Jun (Xiaomi), dan lainnya. Kemunculan para entreprenur ini sebagai pemimpin bisnis yang bermain di sektor privat tidak banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari pemerintah. Mereka melakukan transformasi terhadap bisnisnya masing-masing. Para entreprenur yang menjadi pelaku disrupsi saat ini adalah individu-individu paling sukses dan berpengaruh di Cina.
Pada September 2014, Alibaba memasuki pasar modal New York dan mendapatkan suntikan dana sebesar 25 miliar dollar AS. IPO (Initial Public Offering) untuk Alibaba menjadikan perusahaan asal Tiongkok itu sebagai perusahaan teknologi terbesar ke-4 di dunia berdasarkan nilai kapitalisasi pasar. Di saat yang sama, pendiri Alibaba Jack Ma, sebagai orang terkaya di Cina dengan kekayaan senilai 27 miliar dolar AS. Alibaba mendominasi pembelanjaan daring di Cina melalui berbagai jenis situs web yang mendekati 80% dari total dari aktivitas bisnis e-commerce di negara berpenduduk terbesar di dunia, dengan nilai total transaksi yang melampaui gabungan nilai transaksi di eBay dan Amazon (Tse, 2015). Bisnis kelompok bisnis yang bernaung di bawah Alibaba meliputi: (1) Alibaba.com, business to business (B2B) marketplace yang berkiprah di 200 negara, (2) 1688.com, marketplace di Cina, (3) Taobao, marketplace untuk belanja daring, (4) Alimama, platform teknologi, (5) Tmall.com, platform daring untuk pihak ketiga, (6) Alibaba cloud, komputasi cloud, (7) Juhuasuan, platform penjualan dan pemasaran, (8) AliExpress, platform ritel, (9) Ant Financial Services Group untuk perusahaan kecil, dan (10) Cainio Networkd perusahaan jaringan logistik (Anwar, 2017).
Nama asli Jack Ma adalah Ma Yun. Ia lahir pada 1964. Ia bukan seorang ahli teknologi dan bahkan sering gagal dalam berbagai hal. Jack Ma pernah gagal di sekolah menengah, masuk perguruan tinggi, dan bahkan ditolak masuk Harvard sebanyak 10 kali. Ide awal Alibaba sendiri adalah bentuk imitasi dari Amazon. Jack Ma adalah sosok entreprenur teknologi yang unik. Ia menamatkan pendidikan tinggi di bidang Bahasa Inggris dan Perdagangan Internasional. Pertama kali mengenal teknologi internet ketika bepergian ke Amerika Serikat di tahun 1995. Kekuatan Jack Ma adalah kemampuannya memecahkan masalah. Sebagai pedagang, Jack Ma melihat peluang untuk membantu menjualkan produk-produk dari Cina ke luar negeri dengan memanfaatkan situs web yang didukung teknologi internet, khususnya untuk tujuan ekspor ke Amerika Serikat (Crawford, 2017).
Perkembangan Alibaba hingga kini merupakan salah satu cerita yang menakjubkan dalam sejarah inovasi dan kewirausahaan. Kisah Alibaba memperlihatkan misi Jack Ma dalam memperkuat usaha kecil dan menengah. Jack Ma memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi dengan kepeduliannya kepada kelompok usaha kecil dan menengah. Dalam ekspansi ke negara lain, Alibaba menunjukkan kepedulian yang sama. Strategi yang ditawarkan Jack Ma menjadikan Cina sebagai negara perdagangan ketimbang industri. Menurutnya, Cina memiliki keterbatasan material, energi, dan keahlian. Apalagi upah tenaga kerja akan meningkat sementara polusi akan semakin bertambah. Karena fokus pada perdagangan, Jack Ma mengembangkan e-commerce dari B2B (Alibaba), C2C (Taobao) dan B2C (Tmall).
Kini, Jack Ma dikabarkan menghilang. Alibaba dan Ant Group disebut-sebut sedang dalam masalah besar. Mengingat dua raksasa itu tidak asing lagi dalam ekosistem perusahaan rintisan di Asia Tenggara, beberapa media di Indonesia mulai mengaitkannya dengan kemungkinan guncangan yang bakal terjadi. Di Indonesia, sebutlah misalnya platform Tokopedia, Bukalapak, DANA, hingga Akulaku, di mana Alibaba dan Ant Group bercokol kuat di sana. “Dampak penuh dari gelombang regulasi di Tiongkok akan membutuhkan waktu untuk diselesaikan. Ini bakal membuat petinggi Ant Group sibuk untuk sementara waktu. Rencana bisnis, termasuk ekspansi internasional, mungkin akan dihentikan,” kata Li Jianggan CEO Momentum Works, perusahaan venture builder yang berbasis di Singapura, sebagaimana dikutip Desy Setyowati dalam artikelnya di www.katadata.id (5/1/2021). Maka, di mana Jack Ma? Di mana kita?
*Profil Jack Ma dan pemetaaan aktivitas bisnisnya diikhtisarkan dari buku Ekosistem Inovasi dan Kewirausahaan Rintisan (2020), karya Muhammad Rahmat Yananda dan Ummi Salamah. Pembaca yang berminat membaca buku tersebut, dapat memesannya di sini;
https://tokopedia.link/lW52tQJgLcb
Comments
Post a Comment