Startup dan Dilema Pendiri
Kata “pendiri” (founder) merujuk kepada orang yang mempromosikan pendirian atau peletak dasar suatu perusahaan. Pada umumnya pendiri adalah orang-orang yang hadir ketika suatu perusahaan dibentuk dan berpartisipasi dalam alokasi modal. Sebutan pendiri juga sebuah pengakuan penghormatan dan tidak memiliki signifikansi secara hukum. Founder adalah jantung dari kewirausahaan rintisan (Startup). Ia pendiri, pencari, pencipta, dan inisiator. Tanpa energi founder, dorongan dan vitalitas yang dimilikinya, ide sebesar apapun tidak akan terwujud. Peran pendiri sangat menentukan kegagalan atau keberhasilan sebuah perusahaan rintisan. Pendiri adalah salah satu elemen perusahaan, yang berdampingan dengan dua elemen lain yaitu pembiayaan dan model bisnis.
Pendiri perusahaan rintisan adalah individu yang membangun organisasi baru dengan memanfaatkan peluang, yang terkadang tanpa memperhatikan sumber daya yang mereka miliki. Mereka berani membuat keputusan untuk membentuk perusahaan rintisan dan melihatnya tumbuh. Keputusan untuk mendirikan perusahaan rintisan harus berdasarkan perencanaan. Setiap keputusan yang diambil pendiri harus berdasarkan pada penilaian atas pilihan-pilihan. Namun, beragam keputusan dan pilihan itu apat menimbulkan dilema bagi pendiri sebagaimana yang ditulis oleh Noam Wasserman dalam The Founder's Dillemas (2012).
Dilema yang dialami pendiri mulai terjadi sejak seseorang memutuskan untuk menjadi pendiri perusahaan rintisan (tahap pre-founding), mendirikan perusahaan rintisan (founding team), pengambilan peran (role), dan penghargaan finansial (reward). Selain itu pendiri juga harus memikirkan masalah-masalah yang tidak terkait langsung dengannya dan sumber daya yang diperlukan, misalnya saat mempekerjakan pihak-pihak lain, memilih investor, dan melaksanakan suksesi untuk posisi pendiri-CEO. Dilema pendiri tidak selalu terjadi berurutan bahkan dilema tersebut juga bersifat sembraut dan tidak linear sehingga menuntut pendiri perusahaan rintisan untuk berimprovisasi. Noam Wasserman menceritakan pengalaman pendiri beberapa perusahaan rintisan yang telah melewati dilema-dilema tersebut.
Tim Westergreen (Pandora Radio). Awalnya, Tim belajar piano dan ilmu politik di Stanford. Ia melakukan beragam pekerjaan seperti pengasuh, pegawai kantor di Stanford, dan bergabung dalam grup rock. Tim kemudian menekuni penggubahan musik, yang belakangan memberinya ide untuk menciptakan basis data lagu. Tahun 1999, Tim bertemu John Kraft, seorang entreprenur dari Silicon Valley. Mereka membentuk Pandora dengan mengajak Will Glaser, seorang ahli perangkat lunak, sebagai cofounder ketiga dan CTO (Chief Technology Officer). Ketiganya membagi saham kepemilikan secara merata, membagi pekerjaan sesuai keahlian masing-masing, dan memberikan kebebasan kepada masing-masing untuk memperkerjakan orang atau pihak lain dan membuat keputusan bisnis berdasarkan fungsi masing-masing. Masalah keuangan menyebabkan perusahaan harus menunda gaji pendiri dan karyawan. Hal ini menimbulkam ketegangan antarpendiri yang berkembang menjadi masalah pribadi. Sumber masalah yang muncul tidak lepas dari pembagian peran dan kerja yang diputuskan sejak awal pendirian perusahaan. Pecah kongsi, John Kraft kemudian keluar dan meninggalkan masalah pada pendiri lain.
Genevieve Thiers (Sittercity). Sebagai pengasuh profesional, Genevieve melihat peluang memanfaatkan situs web untuk mendapatkan pengasuh anak secara cepat dan mudah. Ia sempat berkerja sebagai penulis teknis di IBM sambil menjadi penyanyi opera. Di sela-sela waktu tersebut ia mengembangkan Sittercity. Kesempatan mengembangkan Sittercity secara penuh waktu datang ketika divisi tempat ia bekerja di IBM ditutup. Ketika Sittercity sudah berkembang, ia menempatkan Dan (tunangannya) sebagai penasihat teknis, yang kemudian menjadi Chief Operation Officer (COO). Ia sempat mengalami dilema dan risiko yang mungkin terjadi bila hubungan mereka putus atau situasi bisnis memburuk. Ia mendapatkan pencerahan ketika membantu menyebarkan selebaran mencari pengasuh bayi untuk wanita hamil. Ia kemudian membangun “tembok pembatas” dengan Dan, tanpa merusak hubungan mereka semenjak awal sebagai rekan kerja.
Jim Triandiflou (Ockham Technologies). Jim Triandiflou menghadapi dilema dalam memilih sejumlah investor untuk perusahaan rintisan miliknya, apakah, ia harus memilih angel investor yang tidak memiliki ikatan yang kuat atau perusahaan modal ventura yang memiliki kontrol luas tapi menawarkan sumber daya yang diperlukan? Jim yang bergelar MBA, sempat bekerja di perusahaan konsultan dan sebelumnya tidak pernah berpikir akan menjadi entreprenur. Ia menerima ajakan Ken, teman sekampus, untuk mendirikan perusahaan rintisan yang bergerak di bidang manajemen penjualan perangkat lunak. Mereka kemudian merekrut Mike sebagai cofounder ketiga dari Ockham Technologies. Mereka berhasil mendapatkan IBM sebagai klien dan mengalihdayakan pengembangan perangkat lunak ke perusahaan lain. Jim kemudian berhasil mendapatkan investor untuk perusahaan rintisannya. Tetapi kehadiran investor tersebut memiliki dampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan Ockham Technologies.
Dick Costolo (Feedburner dan Twitter). Setelah berkolaborasi dengan sejumlah perusahaan rintisan dan kelompok pendiri, Dick Costolo akhirnya memiliki formula cofounding dengan tekanan rendah dan nilai yang tinggi. Dick adalah mantan stand-up comedian setelah bekerja beberapa tahun di Andersen Consulting. Ia frustrasi karena perusahaan tersebut tidak berminat dalam teknologi internet. Di masa awal, perusahaan rintisannya mengalami kendala akibat salah mempekerjakan orang–memilih investor, dan lainnya. Para cofounder juga tidak bertahan. Satu hilang, kemudian bertambah menjadi 3 orang. Belajar dari pengalaman sebelumnya, ia menyadari pentingnya para cofounder berfungsi secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Setelah mampu mengatasi dilema yang dialami, Dick menjadi salah satu CEO-Founder terpenting dengan mengelola Twitter.
**Diikhtisarkan dari perbincangan tentang Dilema Pendiri Startup dalam buku Ekosistem Inovasi dan Kewirausahaan Rintisan (2020), karya M Rahmat Yananda & Ummi Salamah. Pembaca yang berminat untuk membaca buku tersebut, dapat melakukan pemesanan di sini: https://tokopedia.link/lW52tQJgLcb
Comments
Post a Comment